Kamis, 09 Januari 2020

Budaya Brokohan Daerah Jawa Nyaris Punah

BROKOHAN
Brokohan bisa juga dengan kata lain barokahan. Brokohan dilaksanakan jika seseorang mendapat rejeki atau mendapat kegembiraan yang bisa dalam bentuk apa saja, misalnya Peliharaanya sapi beranak, medirikan rumah baru dan sebagianya terutama pada saat kehairan anak pada suatu keluarga. Yang intinya berokohan adalah selamatan untu menadapat barokah keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Bersamaan dengan lahirnya bayi
selamatan yang disebut brokohan ini diadakan setelah bayi dan ibunya dirawat serta tembuni atau ari-ari bayi  telah dikuburkan. Adapun sajian yang disediakan pada selamatan brokohan itu berupa :

Nasi tumpeng / ancak ( tempat Nasi tumpeng dari pelepah daun pisang yang dibuat segi empat dan diberi alas daun pisang )  dengan lauk-pauknya kulupan (godhong-godhongan), telur ayam, sayur kluwih, ikan asin. Ada­kalanya dilengkapi dengan panggang ayam.
Nasi golong ( sego golong ) tujuh buah.
Nasi kuning (nasi kabuli). Sajian nasi kuning ini ada se­mentara orang yang menyediakan dan ada pula yang tidak.
Jajan pasar.
Bubur merah
Bubur putih.
Bubur sengkolo yaitu bubur merah yang diatasnya di­beri bubur putih.
Nasi brok, yaitu nasi yang diberikan di piring dan di­beri lauk-pauk godhong-godhongan (kulupan).


Jalannya Upacara.
Setelah sajian tersedia, maka orang yang punya hajat mengundang sanak famili dan tetangga dekat. Selanjutnya apa­bila undangan telah hadir maka tuan rumah menyatakan ke­pada tukang kajat (pimpinan upacara) maksud dan tujuan upa­cara itu. Untuk seterusnya tukang kajat mengikrarkan maksud dan tujuan upacara itu kepada para hadirin yang hadir dalam kenduri itu. Setelah ikrar selesai, lalu diberi doa, pada umum­nya doa selamat. Setelah doa selesai, sajian dalam kenduri itu dibagi-bagikan kepada para undangan. Makanan itu sebagian dimakan di tempat itu dan sisanya dibawa pulang. Makanan yang dibawa pulang itu disebut berkat.

Di samping sajian untuk kenduri, ada sajian yang diletak­kan dibawah tempat tidur (Jawa : Longan). 
Sajian itu berupa bubur merah, bubur putih; masing-masing satu takir, dan tum­peng kecil yang puncaknya ditancapi lombok merah. Kemu­dian di samping pembaringan bayi diletakkan benda-benda se­perti kaca rasa, jarum, benang, keris, kain batik baru yang di­ lipat rapi. Maksud daripada tindakan itu semua adalah untuk menolak mara bahaya (sengkolo, Jawa) yang akan mengganggu bayi tersebut.

Pada waktu pelaksanaan upacara kenduri disamping doa selamat, ada sementara masyarakat yang membaca doa sebagai berikut :


“Rahayu. Aku menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada ada Pangeran yang disembah melainkan Datingsun sendiri ialah Sang Ning Hidup Sejati, ialah Hyang Wasesa Tunggal Aku semua menyambut kepada yang ada saat ini menitis


jabang bayi yang dilahirkan ....


(nama ibu yang melahirkan)...


Selanjutnya di alam fana atau dunia ini senantiasa diberi tuntunan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Mangereh Jatinya Panca Hindria Tama. Madhep jagat Padhang Hyang Maha Tunggal” x 3 (tiga kali).

Oleh : Taryono Pelabuhan Canggu